Jumat, 28 November 2014

Universitas Pesantren Upaya Melahirkan Generasi Muslim Intelek

Universitas Pesantren merupakan tempat untuk menemukan kematangan dalam disiplin ilmu,dan adanya integrasi keilmiahan dan keprofesionalan dalam focus keilmuan, yang diharapkan dapat menjadi manifiesto pribada Rasulallah, baik dalam berpikir, bersikap, dan memutuskan sesuatu. Suasana ataupun kondisi lingkungan yang  ada di Universitas pesantren sudah jauh berbeda dengan di sekolah menengah pertama dan sekolah menegah atas. Kalau di sekolah menengah pembelajaran masih dengan dituntun dan dipaksa oleh guru-guru, berbeda halnya dengan di Universitas Pesantren, di Universitas Pesantren, tuntunan masih ada tetapi diri sendiri yang menuntun, pemaksaan masih ada tetapi diri sendiri yang memaksa. Artinya kedewasaan harus berperan penting dalam menjalakna kehidupan di Unversitas Pesantren.
Dalam tulisan ini penulis mencoba untuk memberikan sedikit gambaran kepada pembaca dengan pembahasan yang singkat tentang : Pengertian Universitas Pesantren, Penanaman Nilai di Universitas Pesantren, dan Muslim Intlek. Pada dasarnaya  

Pengertian Univeraitas Pesantren
Sebelum megkaji lebih dalam, ada baiknya kita mengetahui makna dari Universitas dan Pesantren yang memiliki suku kata yang berbeda dan tentu makna yang berbeda.  Universitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perguruaan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan ilmiah atau professional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.[1] Pola dan system pengajaran yang ada di Universitas tentu bereda dengan pola dan system yang ada di sekolah menegah pertama dan sekolah menengah atas. 
Sedangkan Pesantren adalah sekolah islam berasrama (Iskamic Boarding School) yang dipimpin oleh seorang kiai/kyai. Para santri[2] belajar di sekolah ini sekaligus tinggal di asrama. menurut A.H. Johns seperti dikutip oleh Zamaksyari Dhofier, Perkataan pesantren sendiri berasal dari akar kata santri dengan awalan pe dan akhhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.[3]
Dari dua definisi di atas (Universitas & Pesantren )bisa ditarik kesimpulan bahwa Universitas Pesantren merupakan integrasi keilmiahan dan keprofessionalan dalam disiplin ilmu tertentu dengan system dan tradisi pendidikan dan pengajaran pesantren, seperti : berasrama, mahasiswa dan dosen (Kiyai) tinggal 24 jam di dalam kampus dan terikat dengan aturan-aturan yang ada, dll.

Penanaman Nilai di Universitas Pesantren
Nila adalah sesuatu yang identic dengan etika, dan nilai memiliki kajian tersenderi dalam filsafat, yang disebut dengan filsafat nilai. Menurut al-Attas Universitas Pesantren (Islam) adalah untuk mencerminkan manusia universal dan sempurna, maka semua yang terlibat dalam universitas itu, seperti struktur eksternal dan internal, prioritas daya, fungsi, dan penyebaran fakultas-fakultas, departemen-departemen di dalamnya, administrasi , pengaturan dan pemeliharaan, pengenalan dan pengakuan tentang otoritas di dalam dirinya, mestilah memberikan nilai yang mencerminkan potret manusia dalam konsep islam.[4]
Untuk mendukung pendapat al-Attas di atas (mencerminkan manusia universal dan sempurna) Universitas pesantren memiliki cara, corak dan gaya yang berbeda dalam penanaman nilai dengan universitas-universita lain, mungkin perbedaan-perbedaan yang ada tidak terlalu mencolok, tetapi ada beberapa faktor penting yang hanya dimiliki oleh Universitas Pesantren, seperti : Keteladanan, keteladanan selalu dikaitkan dengan hala-hal yang positf,  dan keteladanan ini lahir dari agama Islam yang mana Allah menunjuk Rasullallah sebagai refrensi dalam keteladanan.
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
“ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulallah itu uswatun hasanah (suri tualadan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah”[5]
Keteladan merupakan faktor fundamental yang harus dimiliki oleh semua yang ada di dalam universitas pesantren, Keteladanan seorang Dosen (Kiyai), Mahasiswa dan semua yang tinggal di dalam kampus menjadi media pendidikan yang sangat efektif. Dengan adanya keteladanan dari semua elemen , setiap individu merasa bertangungjawab atas terselenggaranya kegiatan. Semua merasa terkontrol dan memiliki rasa tanggungjawab untuk selalu berpikir dan berbuat yang terbaik kepada yang lain. Metode lain adalah penugasan. Metode ini dilakukan dengan melibatkan semua mahasiswa dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan kependidikan. Selain kedua metode diatas ada juga pola penciptaan lingkungan, lingkungan yang baik akan melahirkan pribadi-pribadi yang baik, begitu juga sebaliknya, lingkungan yang buruk akan melahirkan pribadi-pribadi yang buruk. Ja’far ‘bdu al-Salim mengatakan :
 البئعة هي المهد و الفراش و الموطن و السكن و الحياة  للإنسان, فقد سخرها الله له و زودها بكل مقومات الحياة الآمنة الصحيحة السليمة.  
Dalam doktrin Islam manusia harus tinggal di lingkungan yang baik dan benar yang mampu membentuk kepribadiannya, dan agar selalu memelihara lingkungannya agar terhindar dari kerusakan.[6] Hali ini dimaksudkan sebagai langkah pengkondisian dalam suasana pendidikan. Sehinga semua yang dialami sehari-hari harus mengandung unsur pendidikan. Pola lain yang selalu mewarnai dalam menyelenggarakan kegiatan adalah pengarahan, pengarahan merupakan langkah awal atau starting point, penanaman semanagat sebelum dilakukannya kegiatan,dengan harapan agar semua memiliki persepsi yang sama dan agar semua mengetahui, memahami, dan mengenal nilai-nilai filosofis (hikmah) yang tersimpan di setiap kegiatan. Keempat metode di atas akan membuahkan hasil yang sesuai harapan bila diiringi dengan disiplin yang kuat dan sedikit pemaksaan.
Semua pola dan system yang di atas, dalam rangka menciptakan pencerminan nabi dalam hal pengetahuan dan tindakan yang benar, dengan fungsi untuk melahirkan manusi-manusia intlek, manusia-manusi baik (insan kamil)[7] yang sedapat mungkin dikembangkan kualitasnya sesuai dengan kapasitas dan potensi bawaannya.[8]

Muslim intlek
وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ مُخۡتَلِفٌ أَلۡوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَۗ إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ٢٨
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.”
            Dalam ayat di atas yang perlu kita garis bawahi adalah إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ dalam potongan ayat ini ulama sebagai pribadi yang takut akan Allah, ketakutan ini merefleksikan ketaqwaan dan ketaatan, dan menambah keimanannya kepada Allah. Dan inilah sebenarya hakikat dari muslim yang intlek
Untuk menjadi muslim yang intlek (ulama) dalam ajaran islam sendiri sudah ada tuntatan untuk setiap penganutnya, laki-laki dan perempuan untuk belajar atau menuntut ilmu. Sedemikian pentingnya ilmu itu dalam islam. orang yang menuntut ilmu, oleh Nabi Muhammad SAW digolongkan sebagai orang yang berada di jalan Allah.[9] Dan diharapkan orang yang menuntut ilmu akan menjadi munzir ketika ia sudah berilmu.
Dalam sebuah hadist Rasulallah SAW bersabda :
إن العلماء ورثة لأنبياء.[10]
“ Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi“ (HR. al-Tirmidzi).
Penuntut illmu (tolibu al-‘Ilmi) dan ia berilmu kemudian mengamalkan ilmunya, dalam islam disebut ‘alim, muslim intlek, (orang islam yang intlek). Tetapi ironinya, dewasa ini yang lahir bukan muslim yang intlek, melainkan ilmuan yang paham agama, yang bebas membolak balik ajaran agama,dikarenakan keilmuannya tidak berlandaskan pada keimanan.
Para ilmuwan ini berkeyakinan bahwa tidak ada acampur tangan Tuhan dalam mendapatkan ilmu, ilmu itu hanya sesuatu yang empiris, yang hanya bisa diindra. Berbeda dengan prespektif islam, ilmu itu merupakan anugrah Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya. Banyak sekali ungkapan al-Qur’an yang menyatakan bahwa ilmu itu datangnya dari Allah dan diajarkan kepada manusia.[11] Keyakinan bahwa ilmu itu datang dari Allah yang membuat orang islam mengamalkan ilmunya dengan ikhlas, dan akan terus bersungguh-sungguh menambah ilmunya.
Sesuai dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an dan sabda Nabi, bahwa muslim intlek (ulama) orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah,yakni mereka-mereka yang memiliki pengethuan yang bersifat kauniyah (sains atau alam semesta) dan ulam juga harus melanjutkan estapet keilmuan yang sudah diwariskan oleh Nabi SAW berupa ilmu agama, ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist, muslim intlek sangat dibutuhkan eksistensinya untuk membawa agama bangsa dan Negara ini ke kehidupan yang lebih baik.



[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahsa Indonesia. Jakarta : (Granmedia Pustaka Utama, cet-4 2012), hal 1530
[2] orang yang mendalami agama Islam
[3] Drs. Dyayadi, M.T, Kamus Lengkap Islamologi, Pertama dan Terlengkap di Indonesia, (Yogyakarta : Qiyas 2009), hal 476
[4] Drs. Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, (Yogyakarta : putaka Pelajar, cet II 2009), hal 44
[5] Surah al-Ahzab : 21
[6] Ja’far ‘abdu al-Slam, al-Islamu wa al-Hufazu ‘ala al-Bi’ah, al-Qahirah : (Rabitotu jami’ati al-Islamiyah 2006), hal 19
[7] Dalam buku Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan, hal 42, dikatakan “ insan kamil harus menjadi paradigma ataupun model bagi perumusan sebuah universitas.
[8] Drs. Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, (Yogyakarta : putaka Pelajar, cet II 2009), hal 43
[9] Muhammad Wahyuni Nafis, Pesantren Daar al-Qolam, Menjawab Tantangan Zaman, (Tangerang : daar el-qolam press, 2008), hal 25
[10] Abu ‘Isa Muhammad ibnu ‘Isa ibnu Surah, al-Jami’ al-shahih wa Huwa Sunanu al-Tirmidzi, (Bayrut : daru al-Alkutub al-‘Ilmiyah 1987), al-Juz’u al-Khamis, hal 47
[11] Prof. Dr. H. Said Agil Husain al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’an Dalam System Pendidikan Islam, (Jakarta Selatan : Ciputat Press, 2003), hal 77 

1 komentar: