Universitas
Pesantren merupakan tempat untuk menemukan kematangan dalam disiplin ilmu,dan
adanya integrasi keilmiahan dan keprofesionalan dalam focus keilmuan, yang diharapkan
dapat menjadi manifiesto pribada Rasulallah, baik dalam berpikir, bersikap, dan
memutuskan sesuatu. Suasana ataupun kondisi lingkungan yang ada di Universitas pesantren sudah jauh
berbeda dengan di sekolah menengah pertama dan sekolah menegah atas. Kalau di sekolah
menengah pembelajaran masih dengan dituntun dan dipaksa oleh guru-guru, berbeda
halnya dengan di Universitas Pesantren, di Universitas Pesantren, tuntunan
masih ada tetapi diri sendiri yang menuntun, pemaksaan masih ada tetapi diri sendiri
yang memaksa. Artinya kedewasaan harus berperan penting dalam menjalakna
kehidupan di Unversitas Pesantren.
Dalam tulisan
ini penulis mencoba untuk memberikan sedikit gambaran kepada pembaca dengan
pembahasan yang singkat tentang : Pengertian Universitas Pesantren, Penanaman
Nilai di Universitas Pesantren, dan Muslim Intlek. Pada dasarnaya
Pengertian Univeraitas Pesantren
Sebelum megkaji
lebih dalam, ada baiknya kita mengetahui makna dari Universitas dan Pesantren
yang memiliki suku kata yang berbeda dan tentu makna yang berbeda. Universitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti perguruaan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan ilmiah atau professional dalam sejumlah disiplin
ilmu tertentu.[1]
Pola dan system pengajaran yang ada di Universitas tentu bereda dengan pola dan
system yang ada di sekolah menegah pertama dan sekolah menengah atas.
Sedangkan Pesantren
adalah sekolah islam berasrama (Iskamic Boarding School) yang dipimpin oleh
seorang kiai/kyai. Para santri[2]
belajar di sekolah ini sekaligus tinggal di asrama. menurut A.H. Johns seperti
dikutip oleh Zamaksyari Dhofier, Perkataan pesantren sendiri berasal dari akar
kata santri dengan awalan pe dan akhhiran an yang berarti tempat
tinggal para santri.[3]
Dari dua definisi
di atas (Universitas & Pesantren )bisa ditarik kesimpulan bahwa Universitas
Pesantren merupakan integrasi keilmiahan dan keprofessionalan dalam disiplin
ilmu tertentu dengan system dan tradisi pendidikan dan pengajaran pesantren,
seperti : berasrama, mahasiswa dan dosen (Kiyai) tinggal 24 jam di dalam kampus
dan terikat dengan aturan-aturan yang ada, dll.
Penanaman Nilai di Universitas
Pesantren
Nila adalah
sesuatu yang identic dengan etika, dan nilai memiliki kajian tersenderi dalam
filsafat, yang disebut dengan filsafat nilai. Menurut al-Attas Universitas
Pesantren (Islam) adalah untuk mencerminkan manusia universal dan sempurna,
maka semua yang terlibat dalam universitas itu, seperti struktur eksternal dan
internal, prioritas daya, fungsi, dan penyebaran fakultas-fakultas,
departemen-departemen di dalamnya, administrasi , pengaturan dan pemeliharaan, pengenalan
dan pengakuan tentang otoritas di dalam dirinya, mestilah memberikan nilai yang
mencerminkan potret manusia dalam konsep islam.[4]
Untuk mendukung
pendapat al-Attas di atas (mencerminkan manusia universal dan sempurna) Universitas
pesantren memiliki cara, corak dan gaya yang berbeda dalam penanaman nilai dengan
universitas-universita lain, mungkin perbedaan-perbedaan yang ada tidak terlalu
mencolok, tetapi ada beberapa faktor penting yang hanya dimiliki oleh
Universitas Pesantren, seperti : Keteladanan, keteladanan selalu
dikaitkan dengan hala-hal yang positf,
dan keteladanan ini lahir dari agama Islam yang mana Allah menunjuk
Rasullallah sebagai refrensi dalam keteladanan.
لَّقَدۡ
كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ
وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
“ Sesungguhnya telah ada
pada diri Rasulallah itu uswatun hasanah (suri tualadan yang baik) bagimu
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan ia banyak menyebut Allah”[5]
Keteladan
merupakan faktor fundamental yang harus dimiliki oleh semua yang ada di dalam
universitas pesantren, Keteladanan seorang Dosen
(Kiyai), Mahasiswa dan semua yang tinggal di dalam kampus menjadi media
pendidikan yang sangat efektif. Dengan adanya keteladanan dari semua elemen , setiap
individu merasa bertangungjawab atas terselenggaranya kegiatan. Semua merasa
terkontrol dan memiliki rasa tanggungjawab untuk selalu berpikir dan berbuat yang
terbaik kepada yang lain. Metode lain
adalah penugasan. Metode ini dilakukan dengan melibatkan semua mahasiswa
dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan kependidikan. Selain kedua metode
diatas ada juga pola penciptaan lingkungan, lingkungan yang baik
akan melahirkan pribadi-pribadi yang baik, begitu juga sebaliknya, lingkungan
yang buruk akan melahirkan pribadi-pribadi yang buruk. Ja’far ‘bdu al-Salim mengatakan
:
البئعة
هي المهد و الفراش و الموطن و السكن و الحياة للإنسان,
فقد سخرها الله له و زودها بكل مقومات الحياة الآمنة الصحيحة السليمة.
Dalam doktrin
Islam manusia harus tinggal di lingkungan yang baik dan benar yang mampu
membentuk kepribadiannya, dan agar selalu memelihara lingkungannya agar
terhindar dari kerusakan.[6] Hali ini dimaksudkan sebagai langkah pengkondisian
dalam suasana pendidikan. Sehinga semua yang dialami sehari-hari harus
mengandung unsur pendidikan. Pola lain
yang selalu mewarnai dalam menyelenggarakan kegiatan adalah pengarahan,
pengarahan merupakan langkah awal atau starting
point, penanaman semanagat sebelum dilakukannya kegiatan,dengan harapan agar
semua memiliki persepsi yang sama dan agar semua mengetahui, memahami, dan
mengenal nilai-nilai filosofis (hikmah) yang tersimpan di setiap kegiatan.
Keempat metode di atas akan membuahkan hasil yang sesuai harapan bila diiringi
dengan disiplin yang kuat dan sedikit pemaksaan.
Semua
pola dan system yang di atas, dalam rangka menciptakan pencerminan nabi dalam
hal pengetahuan dan tindakan yang benar, dengan fungsi untuk melahirkan manusi-manusia
intlek, manusia-manusi baik (insan kamil)[7]
yang sedapat mungkin dikembangkan kualitasnya sesuai dengan kapasitas dan
potensi bawaannya.[8]
Muslim intlek
وَمِنَ
ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ مُخۡتَلِفٌ أَلۡوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَۗ
إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ
غَفُورٌ ٢٨
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.”
Dalam ayat di atas yang perlu kita
garis bawahi adalah إِنَّمَا يَخۡشَى
ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ
ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ dalam potongan
ayat ini ulama sebagai pribadi yang takut akan Allah, ketakutan ini
merefleksikan ketaqwaan dan ketaatan, dan menambah keimanannya kepada Allah. Dan inilah sebenarya hakikat dari muslim yang intlek
Untuk
menjadi muslim yang intlek (ulama) dalam ajaran islam sendiri sudah ada
tuntatan untuk setiap penganutnya, laki-laki dan perempuan untuk belajar atau
menuntut ilmu. Sedemikian pentingnya ilmu itu dalam islam. orang yang menuntut
ilmu, oleh Nabi Muhammad SAW digolongkan sebagai orang yang berada di jalan
Allah.[9]
Dan diharapkan orang yang menuntut ilmu akan menjadi munzir ketika ia
sudah berilmu.
Dalam sebuah hadist
Rasulallah SAW bersabda :
إن العلماء ورثة لأنبياء.[10]
“ Sesungguhnya para ulama adalah
pewaris para Nabi“ (HR. al-Tirmidzi).
Penuntut
illmu (tolibu al-‘Ilmi) dan ia berilmu kemudian mengamalkan ilmunya, dalam
islam disebut ‘alim, muslim intlek, (orang islam yang intlek). Tetapi ironinya,
dewasa ini yang lahir bukan muslim yang intlek, melainkan ilmuan yang paham
agama, yang bebas membolak balik ajaran agama,dikarenakan keilmuannya tidak
berlandaskan pada keimanan.
Para
ilmuwan ini berkeyakinan bahwa tidak ada acampur tangan Tuhan dalam mendapatkan
ilmu, ilmu itu hanya sesuatu yang empiris, yang hanya bisa diindra.
Berbeda dengan prespektif islam, ilmu itu merupakan anugrah Allah SWT kepada
seluruh hamba-Nya. Banyak sekali ungkapan al-Qur’an yang menyatakan bahwa ilmu
itu datangnya dari Allah dan diajarkan kepada manusia.[11]
Keyakinan bahwa ilmu itu datang dari Allah yang membuat orang islam mengamalkan
ilmunya dengan ikhlas, dan akan terus bersungguh-sungguh menambah ilmunya.
Sesuai dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an dan sabda Nabi, bahwa muslim
intlek (ulama) orang-orang yang mengetahui kebesaran
dan kekuasaan Allah,yakni mereka-mereka yang memiliki pengethuan yang bersifat
kauniyah (sains atau alam semesta) dan ulam juga harus melanjutkan
estapet keilmuan yang sudah diwariskan oleh Nabi SAW berupa ilmu agama, ilmu
yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist, muslim intlek sangat dibutuhkan
eksistensinya untuk membawa agama bangsa dan Negara ini ke kehidupan yang lebih
baik.
[1] Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahsa Indonesia. Jakarta : (Granmedia
Pustaka Utama, cet-4 2012), hal 1530
[2] orang yang
mendalami agama Islam
[3] Drs. Dyayadi,
M.T, Kamus Lengkap Islamologi, Pertama dan Terlengkap di Indonesia, (Yogyakarta
: Qiyas 2009), hal 476
[4] Drs. Kemas
Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, Analisis Pemikiran Prof. Dr.
Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, (Yogyakarta : putaka Pelajar, cet II 2009),
hal 44
[5] Surah al-Ahzab
: 21
[6] Ja’far ‘abdu
al-Slam, al-Islamu wa al-Hufazu ‘ala al-Bi’ah, al-Qahirah : (Rabitotu
jami’ati al-Islamiyah 2006), hal 19
[7] Dalam buku Kemas
Badaruddin, Filsafat Pendidikan, hal 42, dikatakan “ insan kamil harus
menjadi paradigma ataupun model bagi perumusan sebuah universitas.
[8] Drs. Kemas
Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed
Muhammad al-Naquib al-Attas, (Yogyakarta : putaka Pelajar, cet II 2009),
hal 43
[9] Muhammad
Wahyuni Nafis, Pesantren Daar al-Qolam, Menjawab Tantangan Zaman, (Tangerang
: daar el-qolam press, 2008), hal 25
[10] Abu ‘Isa
Muhammad ibnu ‘Isa ibnu Surah, al-Jami’ al-shahih wa Huwa Sunanu al-Tirmidzi,
(Bayrut : daru al-Alkutub al-‘Ilmiyah 1987), al-Juz’u al-Khamis, hal 47
[11] Prof. Dr. H.
Said Agil Husain al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’an Dalam System
Pendidikan Islam, (Jakarta Selatan : Ciputat Press, 2003), hal 77
mantep gan...
BalasHapus